Laman

Sabtu, 24 Maret 2012

And The Story Continues...

Jadi, posting ini melanjutkan posting gue yang TIK dan The Confession. Jadi maksud gue di sini adalah ke-nappeun yeoja-an gue berlanjut *is that even a word? gee..*

Gue masih demeeeennnnn banget sama U-Kiss. Cuma gue juga suka ngelirik yang lain-lain juga, yang berarti bias gue nambah. Entah jadi berapa sekarang T.T

1. Gue masih seneng U-Kiss, ampe sekarang. Cuma, gue sambil main mata. Sama Junhyung dan Gikwang. Kalo Junhyung emang udah suka duluan. Rap-nya mabrooo.... jos be-ge-te!! Sedepp dah tuhh... Jadinya, sekarang gue seneng BEAST. Apalagi Beautiful-nya. Kereeennn!!!! Addictive!
2. Lalu, cerita fangirl gue berlanjut. Gue tetep setia ama U-Kiss, tapi gue tetep enjoy mantengin BEAST.
3. Dan hal yang paling mengejutkan terjadi. Apakah itu? Ranselnya Dora berubah jadi koper? Boots jadi monyet? *emang udah monyet bego!*
Bukan, bukan itu. Gue mulai ngelirik rapper-nya TEEN TOP, CAP. Yang berujung = gue jadi seneng sama maknaenya yang beda 10 hari sama gue. Asiknya lagi, dia bergolongan darah yang sama. B !! Changjo namanya. Choi Jonghyun nama aslinya. Dancer keren nan imut yang berada pada urutan entah berapa di dancer list gue. HOHOHO! Dan karena Changjo ini, gue mulai simpatik sama TEEN TOP.
Jujur, awalnya gue bener-bener nggak seneng sama mereka. Sekarang? Hampir tiap hari mikirnya matematikaaaa.... mulu. BUKAN!!
Hampir tiap hari mikirnya Changjo mulu. Dan dari situ, gue juda mulai seneng sama yang lain-lainnya. Kaya L.Joe sama Ricky. Hehehee...

Mungkin cuma segitu ya. Nggak terlalu parah emang. Tapi cukup bahaya. Gue bisa aja lepasin U-Kiss dan meraup TEEN TOP di tangan gue.

Tapi tenang aja, Kiss Me! U-Kiss tetep nomor satu!! HAHAHAHAHA!!! Kenapa gue ketawa?? Bodo ah.


Salam,
Umi Sa'adah =]

7 Kisses : Alexander

Alexander’s POV

“Nuna... Kenapa kau cemberut hari ini? Dingin sekali bila kau cemberut seperti itu...” Kenapa dia? Kenapa cemberut seperti itu?

“Sudahlah, Oppa. Berhentilah memanggilku nuna. Aku ini bahkan 2 tahun lebih muda darimu. Kenapa sih, kau memanggilku nuna?” Joeun membereskan buku-bukunya. Buru-buru ia meninggalkan ruang klub sulap. Dia ini kenapa sih?

“Joeun-ah, kau ini kenapa sih?” Ia terus berjalan. Tanpa sekalipun menjawab pertanyaanku. Apa aku sudah salah omong ya? Aduh... Bagaimana ini..?

“JOEUN-AH!”

Aku menarik tangannya. Saat ia akhirnya berhenti, aku bergegas menghadap dirinya. Wajahnya... Oh, tidak. Aku dalam masalah besar.

“Joeun-ah, kenapa kau menangis? Apakah karena aku?”

“...Kalau memang ini salahmu, lalu kau mau apa? Menciumku untuk menenangkanku?”

“Bukan seperti itu... Aku...”

“Sudahlah, Oppa. Lepaskan tanganku. Aku hanya ingin pulang.”

“Biarkan aku mengantarmu,”

“Tidak usah. Aku bisa sendiri,”

Tanganku melemas. Ia melepaskan tangannya dari genggamanku. Dan pergi begitu saja. Tuhan, apa salahku? Kenapa dia... Ah! Payah kau, Alexander! Kau kan sudah berjanji untuk tidak membuatnya menangis lagi setelah kejadian setahun lalu. Sekarang bagaimana ini? Apakah aku harus meminta bantuan yang lain? Lagi?

“Ah... benar-benar payah..”

Aku mengeluarkan ponselku. Men-dial nomor orang itu lagi. Aku yakin dia akan marah besar karena meneleponnya di jam-jam sibuk seperti ini.

Ada apa?

“Soohyunie? Kau masih hidup?”

Jelas masih. Kenapa meneleponku malam-malam begini?

“Aku ingin... meminta nasihat darimu. Bisakah kau menemuiku di Starbucks dekat rumahmu?”

Jigeum?

“Mm-hm. Maaf mengganggu, Soohyunie.”

Tidak apa, hyung. Aku segera ke sana. Ngomong-ngomong, apakah ini tentang Joeun lagi?

“Iya.” Aku berjalan menyusuri jalan menuju Starbucks yang kubilang tadi. Jaraknya hanya beberapa rumah dari rumah Soohyun dan rumahku. Kami terus berbicara lewat telepon. Hingga sampailah aku di tempat. Kulihat belum ada tanda-tanda Soohyun di sana. Kalaupun ada, seharusnya Minji, musuh bebuyutannya di klub vokal yang juga bekerja di sini, sudah ijin pulang bahkan sebelum Soohyun sampai.

Aku bergegas menuju tempat kami biasa duduk. Sambil terus berbicara dengan Soohyun lewat telepon.

“Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku bahkan tidak tahu apa yang sudah kuperbuat hingga ia marah dan menangis seperti itu.”

Oh, jadi dia juga menangis, Hyung? Hebat. Dua kali kau membuatnya menangis. Harusnya ada perayaan untuk ini.

“Tsk. Diam kau, Kepala Besar. Kau mau aku membongkar rahasiamu pada Minji, bahwa kau su—“

HYUNG!! Andwae! Kalau kau berani membocorkan rahasia itu, awas saja kau!

“Biar. Kan kau sendiri yang memintanya,”

Dasar kau ini.

“Sudah, lupakan. Kau ada di mana sih? Sudah 10 menit aku ngobrol denganmu tapi kau tidak datang-datang. Starbucks ini dengan rumahmu kan, hanya berjarak 4 menit berjalan kaki,”

Aku sedang perjalanan. Sudah, aku tutup dulu teleponnya.

Dan dia menutup teleponnya begitu saja sebelum aku sempat membalas perkataannya. Apa-apaan anak ini? Berani sekali dia melawanku.

Hampir 5 menit aku menunggu Soohyun, tiba-tiba lampu kedai kopi yang terkenal ini menjadi remang-remang. Hampir gelap, tapi tidak cukup gelap untuk mataku. Oke. Ini sungguh tidak lucu. Ada apa ini?

Belum sempat aku berdiri untuk bertanya pada pelayan, seseorang menutup mataku dari belakang menggunakan sepotong kain berwarna hitam. Ahh... Ayolah... Ini sungguh tidak lucu..

“Siapa kau? Ada apa ini? Kenapa kau menutup mataku seperti ini? Kau siapa?” Berbagai pertanyaan meluncur begitu saja dari mulutku. Si penutup mata yang sepertinya perempuan—aku sempat mendengar suara hak sepatunya—hanya mendecak. Hei, hei, hei. Aku sedang serius. Apa-apaan ini?

Tiba-tiba, orang itu menciumku. Spontan, aku mundur. Siapa dia berani menciumku seperti itu?? Kurang ajar sekali ia pada Alexander ini. Dengan jengkel, aku membuka ikatan kain yang menutup mataku. Aku melihat sesosok perempuan di depanku. Aku tidak tahu siapa dia karena lampu kedai yang remang-remang. Tapi, yang aku tahu, dia mulai mendekat padaku, dan mengatakan sesuatu yang membuatku tersadar siapa dia.

“Ssshh... Biarkan aku menikmatinya kali ini...”

Suara ini... Joeun? Park Joeun?

Aku hendak bertanya siapa dia, saat tiba-tiba ia menempelkan bibirnya lagi di bibirku. Oh, yeah.. Aku kenal bibir ini. Hanya Joeun yang pernah menciumku. Tapi, tunggu. Kenapa dia ada di sini?

“Aku yang membawanya. Dia curhat padaku tentang kau yang tidak bisa berhenti bicara sehingga ia ingin, untuk sekali saja, membuatmu diam. Dan Minji Yang Hebat ini dengan baiknya memberinya nasihat yang sekarang dia lakukan. Atau bisa kubilang Nona Sok Tahu?” Sebuah suara menjelaskan, seperti membaca pikiranku. Dan aku kenal baik suara sok itu. Shin Soohyun, kau akan mati di tanganku.

“Hei Soohyun Kepala Besar, diam saja kau. Aku ini memang hebat. Dibandingkan dengan kau yang hanya bisa membuat kepalamu lebih besar lagi,” Minji membalas. Hei, hei, ada apa ini? Kenapa mereka malah bertengkar. Joeun bahkan sampai terganggu mengingat ia tidak menciumku lagi.

“Apa kau bilang?”

“Yah.. kau mendengarku dengan cukup baik. Atau kau terkena gangguan pendengaran, Orang Tua?”

“Diam kau, Lidah Udang.”

“Kau yang diam, Orang Tua.”

“HEI! BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM?! Kami sedang melakukan apa yang kalian usulkan padaku!”

Bentakan Joeun benar-benar membuatku tersentak kaget. Ini pertama kalinya aku melihat ia seperti ini. Wow.

“Sudahlah, Jojo. Lupakan mereka. Anggap saja mereka burung-burung yang tengah kasmaran. Bisakah aku mendapat ciumanku lagi?”

Joeun menelengkan kepalanya ke kiri, tanda bahwa ia bingung dan heran dengan apa yang kukatakan. Yeah, aku mengenalnya sebaik itu.

“Kenapa kau berpikiran bahwa aku akan menciummu lagi?”

“Aku tidak tahu. Mungkin itu lebih seperti hukuman bagiku karena sudah terlalu banyak bicara. Tapi kau tahu? Itu semua karena aku peduli padamu. Aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau itu sudah mengganggumu. Aku akan menguranginya. Demi kau.

Tiba-tiba, wajahnya sudah sangat dekat setelah aku selesai mengatakan semua perasaanku. Dan,

“Kau memang terlalu banyak bicara,” Ia menciumku lagi.

Plak!

“Berhenti memandangiku seperti itu, Kepala Udang!”

Aku tersenyum dalam ciuman kami. Dua orang itu memang tidak akan pernah bisa akur.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

hehehe... i'm rushing. this is Mighty Alexander! hope you enjoy (if it's totally suck!) Jaaaa!!!


Salam,

Umi Sa'adah =]

7 Kisses : Kevin

so.... this is a not-a-oneshot-but-a-story-whatsoever, a fanfiction you may call it. i'll post per one character which is one of a member of our beloved U-KISS. stay tune for more. i'm still writing for last chapter. it's in indonesian, don't try to translate it to english using online translator. 'kay??

check this one out! enjoy!

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Kevin’s POV

“Kevin! Kevin! Wait for me!” Eli-ya, berhentilah berbicara dengan bahasa Inggris. Dan berhentilah mengangguku. Malas, malas..

“Ada apa?” Eli terus bicara entah apa. Aku hanya mengangguk sok mengerti. Buku-bukuku lebih membutuhkan perhatian daripada cerocosan Eli yang sama sekali tidak masuk akal.

“... murid pindahan. Hyunmi. Kau ingat dia, ‘kan?”

Tunggu. Hyunmi? Nama itu... familiar. Jung Hyunmi? Dia sudah kembali? Seketika, aku menghentikan kegiatan menata buku-buku di lokerku.

“Hyunmi? Jung Hyunmi?”

“Molla. Soohyun hyung sepertinya tahu. Kau tanyakan saja padanya,”

“Lalu, kenapa kau berbicara seperti itu, seolah kau tahu segalanya?” Kututup lokerku pelan. Semalas apapun, aku tetap si angelic Kevin yang harus tahu manner. Aku tidak boleh membanting pintu lokerku. Kami berjalan menuju kafetaria, tidak terlalu jauh dari locker area.

“Aku tahu kau masih suka dengan Hyunmi, jadi aku berpikir kau pasti akan sangat senang kalau aku memberitahumu tentang kedatangannya hari ini. Aku tahu kau akan mengingatnya bahkan sebelum aku memeberitahumu.”

“Hari ini? Kau tahu dia masuk ke kelas apa?”

Eli memandangku aneh. Lalu tiba-tiba berubah menjadi curiga.

“Soohyun hyung lebih tahu tentang kedatangannya daripada aku. Kan sudah kubilang tadi. Ngomong-ngomong, kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang aneh kan?”

Tiba-tiba kepalaku menjadi penuh dengan rencana-rencana. Entah apakah aku akan menggunakannya atau tidak, itu semua tergantung pada situasi dan kondisi. Kalau Eli tetap menempel padaku, aku yakin aku tidak akan bisa melaksanakan semua rencanaku. Eli itu terlalu pintar. Kau tahu, seperti... Sherlock Holmes. Kemampuannya meneliti sesuatu sangat menakutkan.

“Jangan berpikir macam-macam, Ikan. Aku tahu kau sedang merencanakan sesuatu.” Apa kubilang. Belum apa-apa dia sudah mengancamku seperti itu.

“Aku sedang tidak bisa berpikir benar. Jadi, jangan khawatirkan aku, Burung Gendut.”

Akhirnya sampai juga di kafetaria. Kami langsung menuju meja yang biasanya kami bertujuh tempati. Di sana sudah ada Dongho, yang termuda diantara kami. Dia dari klub baseball. Lalu ada Kiseop dan Alexander hyung. Mereka berdua ikut klub sulap. Dan Soohyun hyung. Dia seniorku di klub vokal. Hei, di mana Kibum hyung?

“Hyung, di mana Kibum hyung?” tanyaku pada Soohyun hyung. Ia menelan burger yang tengah dikunyahnya sebelum ia menjawab.

“Dia sedang ada acara. Kau tahu si murid pindahan?” Murid pindahan? Hyunmi-kah?

“Entahlah. Eli bilang namanya Hyunmi. Kau tahu dia siapa, Hyung?”

“Jung Hyunmi. Mantanmu itu. Masa kau tidak tahu?”

Tuh, kan. Apa kubilang. Hmm... Apa yang harus kulakukan? Eh, tunggu. Kenapa aku harus repot memikirkan apa yang harus kulakukan? Aku kan bukan siapa-siapanya lagi. Kami bahkan jarang berkontak karena dia pindah ke California seminggu setelah kami putus.

“Kami jarang berhubungan lagi setelah putus. Kenapa dia kembali?”

Soohyun hyung sepertinya sedang malas. Salah satu kebiasaannya jika sedang malas diganggu kan, memakan makanan cepat saji di kafetaria. Dan memelototi setiap orang yang dirasa mengganggunya. Seperti yang dilakukannya padaku saat ini.

“Mana kutahu, Ikan. Aku ini bukan ayahnya. Makan sana! Kau ini makin kurus setelah putus dengan Hyunmi. Dan jangan ganggu aku.”

Aku mengangguk patuh. Aku bergegas menuju stand yang menjual roti manis. Ah... aku suka roti ini! Setelah membayar, aku buru-buru berbalik, ingin segera menyantap habis roti manis ini. Namun, ketika aku berbalik, kau tahu siapa yang ada di belakangku?

“Hyunmi?” Oh, tidak. Dia menangkap basah Kevin yang sedang membeli roti manis dengan raut bahagia! Gawat, gawat...

“Kau... masih suka roti itu?” Aku mengangguk lemas. Dari sudut mataku kulihat Kibum hyung, hyungku yang lain, 91 line yang lain, dan Dongho terkikik-kikik melihatku dicegat—tercegat—oleh mantan kekasihku. Ah... dasar. Teman macam apa mereka? Bantulah Kevin yang malang ini, teman-teman...

“Sebenarnya... aku tidak peduli. Tapi, kau benar-benar harus berhenti makan makanan manis seperti itu. Kau akan semakin kurus nanti.” Mworago?

“Kalau kau memang tidak peduli, kenapa kau mengkhawatirkanku? Atas dasar apa?”

Sumpah. Aku baru saja melihat pipinya memerah. Dan ia langsung memalingkan pandangannya dariku. Suatu hal yang akan dia lakukan bila ia sedang gugup. Dan malu.

“Memangnya tidak boleh? Sama saja seperti kau masih menyuikaiku setelah kita putus,”

Tapi paling tidak aku jujur. Aku memang masih menyukaimu, Hyunmi-ya.

Akhirnya, tersampaikan juga perasaanku padanya. Kau tahu? Rasanya seperti sedang menembaknya waktu perta­­­­­ma kali. Hatiku benar-benar berdebar, penasaran dengan apa yang akan dikatakannya. Tapi, tunggu dulu. Ada apa ini? Kenapa ia makin mendekat padaku? Apakah ini hanya perasaanku saja?

Belum sempat aku berpikir dengan benar, sepasang bibir menempel lembut di bibirku. Hangat, lembut, dan... sangat... tak terprediksi. Hyunmi menciumku??

“Aku juga masih menyukaimu. Aku bodoh sudah meninggalkanmu begitu saja. Berterimakasihlah pada Soohyun dan Kibum oppa. Kau—dan aku—berhutang banyak pada mereka.”

Wow. Sungguh... menakjubkan. Ini kali kedua kami berciuman. Yeah, yeah. Kami memang innocent. Seperti nickname-ku.

Eh, tunggu, tunggu.

Apa yang dikatakannya tadi?

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

soooo...... short. i'm sorrrryyyy!! next one will be longer than this. stay tune!! thank you!


Salam,

Umi Sa'adah =]